Sunday, April 14, 2013

Pentingnya Wawasan Kebangsaan

 

Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya di era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia. Wawasan kebangsaan merupakan salah satu wahana membangun cinta tanah air karena wawasan kebangsaan merupakan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya yang di dasari oleh falsafah cita-cita dan tujuan nasional, namun sampai saat ini pemahanan wawasan kebangsaan dalam diri masyarakat masih kurang oleh karena itu perlu adanya pemberian pemahaman akan wawasan kebangsaan sejak usia dini. secara teori wawasan kebangsaan masih kurang di pahami oleh masyarakat sehingga pemberian pemahaman wawasan kebangsaan dalam bentuk aplikasi akan lebih mudah di pahami selain itu wawasan kebangsaan ini juga perlu di berikan sejak pendidikan dasar hingga perguruan tinggi seperti dalam mata kuliah kewiraan.
Ketika wawasan kebangsaan telah melekat dalam diri masyarakat maka saat terjadi bencana masyarakat secara sadar akan tergerak memberikan pertolongan dan tanpa di minta pun orang akan tergerak hatinya untuk memberikan pertolongan secara sukarela dan ikhlas untuk mengenal, memahami serta menyadari Jatidiri sebagai manusia indonesia secara etnis maupun budaya kearah memenuhi “CINTA BANGSA dan TANAH AIR adalah bagian dari IMAN”.
Wawasan adalah Pandangan, Penglihatan, Penilaian, Tinjauan, Pengetahuan, Penelitian. Wawasan Kebangsaan Indonesia ialah Pengetahuan, Penilaian, Pandangan tentang Hal Ihwal Bangsa bernama Indonesia secara Prinsip. Seperti yang kita pahami atau hayati, Bhineka Tunggal Ika mengandung pesan : berbeda-beda tetapi satu, bersatu dalam perbedaan, kesatuan dalam keragaman. Wawasan agung inilah yang telah ditegakkan oleh para pejuang kemerdekaan dan para pembangun bangsa Indonesia dalam tahun 20-an. Dengan menyimak lebih lanjut masalah-masalah yang berkaitan dengan lambang negara kita itu, maka makin jelas pulalah keagungannya. Penjelasannya adalah, antara lain, yang berikut : Penduduk Republik Indonesia berjumlah sekitar 240 juta orang, yang terdiri dari sekitar 300 suku, dan yang menggunakan sekitar 580 bahasa dan dialek. Mereka menghuni 6000 pulau dari seluruh jumlah kepulauan sebesar 17 508 pulau. Di antara penduduk yang begitu besar itu (ke-4 di dunia) kira-kira 87% memeluk agama Islam, 6% agama Protestan, 3% agama Katolik, 2% agama Hindu, 1% agama Budha, dan selebihnya memeluk berbagai kepercayaan.. Luas wilayahnya (darat dan laut) dari Sabang ke Merauke bisa menutupi seluruh Eropa, dari London sampai pegunungan Ural. Kalau melihat angka-angka tersebut di atas maka nyatalah bahwa bangsa Indonesia memang terdiri dari beraneka ragam suku, agama (atau kepercayaan), adat-istiadat, kebiasaan hidup sehari-hari, dan berbagai aspek lainnya.
Dari sejarah kita mengetahui bahwa gerakan politik rakyat untuk melawan kolonialisme Belanda, telah mempersatukan atau menyatukan berbagai golongan, suku dan agama, dan aliran politik dalam semangat Sumpah Pemuda dalam tahun 1928, yang mengikrarkan : _satu bangsa, satu tanah-air dan satu bahasa_.
Dari sudut pandang inilah kiranya kita bisa menilai betapa besarnya arti lambang Bhineka Tunggal Ika, yang merupakan produk perjuangan yang begitu panjang oleh para perintis kemerdekaan dan pejuang pembebasan nasional. Dan dari sudut pandang itu pulalah kita bisa mengukur betapa besar kerusakan yang telah disebabkan oleh rezim militer Orde Baru. Akibat kesalahan-kesalahan politik itulah yang sekarang sedang kita warisi dewasa ini, umpamanya : berbagai gejolak di daerah-daerah yang menginginkan kemerdekaan, tuntutan otonomi yang lebih luas (catatan : tuntutan ini adil!), ketidakpercayaan kepada Pemerintah Pusat, pertentangan antar-suku dan antar-agama. Bertubi-tubi “khittah” toleransi antarumat beragama di negeri ini mendapatkan ujian. Berbagai perilaku kekerasan yang mengatasnamakan agama sempat mencuat di atas panggung sosial bangsa ini. Bahkan, tidak sedikit yang menjadi korban, baik secara fisik maupun psikis. Benturan antar kelompok agama gampang terjadi hanya lantaran persoalan-persoalan primordial yang dipahami secara sempit. Semangat multikultural yang jelas-jelas menjadi basis awal berdirinya negara-bangsa pun sempat ternoda. Sikap eksklusif vis a-vis hidup berdampingan secara damai menjadi bagian dari wajah toleransi yang terkoyak. Ironisnya, di tengah makin menguatnya konflik yang mengatasnamakan agama, negara seolah-olah tak sanggup berbuat apa-apa. Benih-benih kekerasan seperti terus dibiarkan menjadi bahaya laten yang setiap saat gampang tersulut menjadi api yang kian membesar. Jika situasi seperti ini terus terjadi, landasan hidup berbangsa yang beragam di bawah panji-panji Bhineka Tunggal Ika akan semakin terancam. Kelompok minoritas yang menjadi bagian inherent dari negara akan makin tersisih akibat pemahaman sikap eksklusif yang cenderung berlebihan. Mereka yang merasa dirinya menjadi bagian dari kelompok mayoritas makin terjebak ke dalam pasungan nilai-nilai primordialisme sempit, sehingga tak segan-segan melakukan aksi massa secara masif untuk menindas kelompok minoritas.

No comments:

Post a Comment