Pentingnya Wawasan Kebangsaan
Sebagai
dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya di era reformasi
sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, yang lalu disambut dengan
lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa
Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai
falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila
memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan
light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik
sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat
pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup
untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi
telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik
Indonesia. Wawasan kebangsaan merupakan salah satu wahana membangun
cinta tanah air karena wawasan kebangsaan merupakan cara pandang bangsa
Indonesia tentang diri dan lingkungannya yang di dasari oleh falsafah
cita-cita dan tujuan nasional, namun sampai saat ini pemahanan wawasan
kebangsaan dalam diri masyarakat masih kurang oleh karena itu perlu
adanya pemberian pemahaman akan wawasan kebangsaan sejak usia dini. secara
teori wawasan kebangsaan masih kurang di pahami oleh masyarakat
sehingga pemberian pemahaman wawasan kebangsaan dalam bentuk aplikasi
akan lebih mudah di pahami selain itu wawasan kebangsaan ini juga perlu
di berikan sejak pendidikan dasar hingga perguruan tinggi seperti dalam
mata kuliah kewiraan.
Ketika
wawasan kebangsaan telah melekat dalam diri masyarakat maka saat
terjadi bencana masyarakat secara sadar akan tergerak memberikan
pertolongan dan tanpa di minta pun orang akan tergerak hatinya untuk
memberikan pertolongan secara sukarela dan ikhlas untuk
mengenal, memahami serta menyadari Jatidiri sebagai manusia indonesia
secara etnis maupun budaya kearah memenuhi “CINTA BANGSA dan TANAH AIR
adalah bagian dari IMAN”.
Wawasan
adalah Pandangan, Penglihatan, Penilaian, Tinjauan, Pengetahuan,
Penelitian. Wawasan Kebangsaan Indonesia ialah Pengetahuan, Penilaian,
Pandangan tentang Hal Ihwal Bangsa bernama Indonesia secara Prinsip.
Seperti yang kita pahami atau hayati, Bhineka Tunggal Ika
mengandung pesan : berbeda-beda tetapi satu, bersatu dalam perbedaan,
kesatuan dalam keragaman. Wawasan agung inilah yang telah ditegakkan
oleh para pejuang kemerdekaan dan para pembangun bangsa Indonesia dalam
tahun 20-an. Dengan menyimak lebih lanjut masalah-masalah yang berkaitan
dengan lambang negara kita itu, maka makin jelas pulalah keagungannya.
Penjelasannya adalah, antara lain, yang berikut : Penduduk Republik
Indonesia berjumlah sekitar 240 juta orang, yang terdiri dari sekitar
300 suku, dan yang menggunakan sekitar 580 bahasa dan dialek. Mereka
menghuni 6000 pulau dari seluruh jumlah kepulauan sebesar 17 508 pulau.
Di antara penduduk yang begitu besar itu (ke-4 di dunia) kira-kira 87%
memeluk agama Islam, 6% agama Protestan, 3% agama Katolik, 2% agama
Hindu, 1% agama Budha, dan selebihnya memeluk berbagai kepercayaan..
Luas wilayahnya (darat dan laut) dari Sabang ke Merauke bisa menutupi
seluruh Eropa, dari London sampai pegunungan Ural. Kalau melihat
angka-angka tersebut di atas maka nyatalah bahwa bangsa Indonesia memang
terdiri dari beraneka ragam suku, agama (atau kepercayaan),
adat-istiadat, kebiasaan hidup sehari-hari, dan berbagai aspek lainnya.
Dari
sejarah kita mengetahui bahwa gerakan politik rakyat untuk melawan
kolonialisme Belanda, telah mempersatukan atau menyatukan berbagai
golongan, suku dan agama, dan aliran politik dalam semangat Sumpah Pemuda dalam tahun 1928, yang mengikrarkan : _satu bangsa, satu tanah-air dan satu bahasa_.
Dari sudut pandang inilah kiranya kita bisa menilai betapa besarnya arti lambang Bhineka Tunggal Ika,
yang merupakan produk perjuangan yang begitu panjang oleh para perintis
kemerdekaan dan pejuang pembebasan nasional. Dan dari sudut pandang itu
pulalah kita bisa mengukur betapa besar kerusakan yang telah disebabkan
oleh rezim militer Orde Baru. Akibat kesalahan-kesalahan politik itulah
yang sekarang sedang kita warisi dewasa ini, umpamanya : berbagai
gejolak di daerah-daerah yang menginginkan kemerdekaan, tuntutan otonomi
yang lebih luas (catatan : tuntutan ini adil!), ketidakpercayaan kepada
Pemerintah Pusat, pertentangan antar-suku dan antar-agama. Bertubi-tubi
“khittah” toleransi
antarumat beragama di negeri ini mendapatkan ujian. Berbagai perilaku
kekerasan yang mengatasnamakan agama sempat mencuat di atas panggung
sosial bangsa ini. Bahkan, tidak sedikit yang menjadi korban, baik
secara fisik maupun psikis. Benturan antar kelompok agama gampang
terjadi hanya lantaran persoalan-persoalan primordial yang dipahami
secara sempit. Semangat multikultural yang jelas-jelas menjadi basis
awal berdirinya negara-bangsa pun sempat ternoda. Sikap eksklusif vis a-vis
hidup berdampingan secara damai menjadi bagian dari wajah toleransi
yang terkoyak. Ironisnya, di tengah makin menguatnya konflik yang
mengatasnamakan agama, negara seolah-olah tak sanggup berbuat apa-apa.
Benih-benih kekerasan
seperti terus dibiarkan menjadi bahaya laten yang setiap saat gampang
tersulut menjadi api yang kian membesar. Jika situasi seperti ini terus
terjadi, landasan hidup berbangsa yang beragam di bawah panji-panji Bhineka Tunggal Ika
akan semakin terancam. Kelompok minoritas yang menjadi bagian inherent
dari negara akan makin tersisih akibat pemahaman sikap eksklusif yang
cenderung berlebihan. Mereka yang merasa dirinya menjadi bagian dari
kelompok mayoritas makin terjebak ke dalam pasungan nilai-nilai
primordialisme sempit, sehingga tak segan-segan melakukan aksi massa
secara masif untuk menindas kelompok minoritas.
No comments:
Post a Comment